
Jejak sejarah peradaban kota Balikpapan bisa dijumpai di kawasan tempat tinggalku yaitu wilayah Gunung Kawi dan sekitarnya yang merupakan bagian dari kecamatan Balikpapan Tengah.
Sebelum Monumen Adipura yang dilengkapi dengan taman dan air mancur tersebut dibangun sebagai simbol keberhasilan pemerintah kota Balikpapan untuk menciptakan budaya bersih dalam kurun waktu 15 tahun terakhir, kawasan tersebut pernah berdiri sebuah pasar tradisional yang bernama Pasar Senang.
Pasar senang adalah sebuah pasar tradisonal pada umumnya, pasar yang ramai dan becek tapi banyak ojek..hehehe. Pasar tradisional yang menjual aneka kebutuhan masyarakat tersebut termasuk jenis pasar tradisonal basah dan memiliki jenis dagangan yang relatif lengkap. Ada lapak penjualan ikan, ada sayur-sayuran, sembako dan toko kelontongan, buah-buahan bahkan jajanan pasar yang ramai sejak subuh hingga sore hari.
Tidak berbeda dengan masa sekarang kawasan ini pun telah menjadi ‘langganan’ banjir namun kondisi tersebut tidak menyurutkan semangat para pedagang di Pasar Senang untuk berdagang. Beberapa meter dari Pasar Senang konon juga diramaikan dengan lokasi pertokoan milik padagang cina, warung kopi yang banyak di tongkrongi kaum muda pada saat itu serta beberapa penginapan yang saat ini masih berdiri.
Flashback sedikit nih..diantara sejumlah pedagang di Pasar Senang ada seorang pedagang yang menjadi langganan tetap ibuku yang dikenal dengan nama Bibi Seksi. Mengapa dijuluki Bibi seksi ? karena perempuan setengah baya tersebut lebih sering memakai pakaian yang tidak memiliki lengan pada waktu itu (jangan-jangan Bibi Seksi sudah mempositioning dirinya agar berbeda dari para pedagang pasar pada saat itu..hehehe).
Pasar yang kotor dan becek tidak teratur itu secara tidak langsung menjadi satu-satunya pusat perdagangan favorit keluargaku selain jenis dagangannya yang lengkap, sebagian besar pedagang disana adalah para tetangga karena itulah pastinya akan ada harga khusus untuk seorang tetangga.
Walaupun sudah berdiri puluhan tahun saat itu pasar tersebut juga masih menggunakan serabut kepala yang kering untuk jalur lalu lintas antar kios dan beberapa balok panjang untuk menyelamatkan para pengunjung pasar dari genangan air.
Bahkan ketika banjir puluhan anak yang tinggal di kawasan itu bergembira untuk menuju Pasar Senang dan bermain-main diantara kemacetan kendaraan yang terendam air. Dulu banjir atau istilah yang diralat pemerintah dan di claim sebagai genangan air tersebut tidak seheboh masa sekarang dan tidak terlalu berbahaya untuk anak-anak.
Bahkan beberapa diantara anak-anak tersebut menjadikan moment tersebut sebagai sumber penghasilan tambahan karena tidak jarang sopir taxi ( angkutan kota) memberikan upah atau uang jasa karena ikut membantu mendorong kendaraan mereka dari genangan air.
Ketika aku bertanya dari manakah asal kata Pasar Senang tersebut? Mereka menjawab bahwa nama pasar tradisional tersebut diambil dari nama sebuah bioskop yang juga terletak tidak jauh dari kawasan itu. Ternyata dahulu nama bioskop Nusantara tersebut adalah Bioskop Senang keterangan tersebut merupakan penuturan warga telah lama tinggal di sekitar tempat tersebut.
Simpangan yang menghubungkan empat jalur di sekitar Momunen Adipura tersebut menguhubungkan jalur lalu lintas menuju arah Gunung Sari, Karang Jati, Gunung Kawi dan Gunung Guntur saat itu merupakan pusat peradaban kota Balikpapan pada tahun 80-an. Kalau kita melihat hingga saat ini masih terdapat ‘bangkai’ kejayaan bioskop Nusantara atau bioskop senang yang sudah tidak terurus dan katanya masih menjadi lahan sengketa.
Bioskop Nusantara yang merupakan salah satu pusat hiburan bergengsi pada saat itu juga memiliki memori yang indah dalam ingatanku. Jaman sekolah dulu, kami para pelajar tingkat sekolah dasar waktu itu juga beri kesempatan untuk menonton film di Bioskop Nusantara. Masih segar dalam ingatan, kami berbondong-bondong berjalan kaki digiring oleh guru seperti kawanan bebek yang digembalakan untuk ikut menyaksikan film layar lebar yang berjudul Sleeping Beauty entah dalam versi apa, yang pasti aku merekam gambar seorang putri yang jarinya berdarah tertusuk oleh jarum pintal pada saat itu, dan hal tersebut merupakan pengalaman yang menyenangkan.
Kembali membicarakan Pasar Senang yang jejaknya kini hanya bisa diungkapkan secara lisan kepada generasi turun temurun. Nah, yang menjadi penyebab utama runtuhnya pusat perdagangan dikawasan strategis tersebut adalah musibah kebakaran besar yang menghanguskan kios-kios di Pasar Senang pada suatu malam, peristiwa naas tersebut terjadi puluhan tahun yang lalu. Menurut informasi orang-orang sekitar Pasar Senang yang berada tepat di pusat kota itu mulai tidak kondusif, selain lahannya yang semakin sempit dan pada saat itu jumlah penduduk di kota Balikpapan yang kian padat tentunya dikhawatirkan akan merusak citra kota Balikpapan yang merupakan kota Beriman (Bersih Indah Aman dan Nyaman), pada masa itu kota Balikpapan masih di pimpin oleh Walikota Tjutjup Suparna yang diberi julukan sebagai Wagiman alias walikota gila taman.
Mengamuknya ‘si jago merah’ sepertinya menjadi alasan yang masuk akal dan efektif untuk menggusur pasar-pasar tradisional yang tidak sesuai dengan rencana pembangun jangka panjang di sejumlah kota di Indonesia.
Akhirnya Pasar Senang tidak lagi berjaya dan menjadi telah sejarah panjang perjalanan pembangunan kota Balikpapan, karena saat ini sudah beralih fungsi menjadi taman dari sudut kota yang cantik, hijau dan bersih mengacu pada slogan kota Balikpapan yang baru Green, Clean dan Healty. Namun tidak bisa dipungkiri bahwa sedikit banyak keberadaan Pasar Senang secara tidak langsung berpengaruh pada gerak kehidupan perdagangan sejumlah pertokoan di jalan kawasan Nusantara yang masih bertahan hingga saat ini.
2 komentar:
Masih adakah pian foto Bioskop Nusantara bahari?
bukannya daerah tersebut lebih dikenal dengan pasar radio?
Posting Komentar