Selasa, 28 September 2010

Welcome Back!

Pa kabar coy!

Setelah ngabur beberapa waktu karena bulan puasa dan lebaran akhirnya tim kami berkumpul kembali tepatnya Rabu, 22 September lalu di salah satu cafĂ© di kota Balikpapan tentunya untuk membicarakan masa depan niat luhur ini untuk membuat “sesuatu” terhadap kota Balikpapan. Dalam session Halal Bihalal dan seperti biasa setelah melepas rindu acara puncak pada malam itu adalah laporan perjalanan sejauh mana progress yang sudah kita tempuh.

Konsep awal penciptaan blog ini adalah merekam proses kreatif yang kita lakukan bersama, jadi tulisan seperti ini akan lebih sering dinikmati oleh para ‘pengintip’ blog kami yang keren ini..huhuy!



Episode Memburu Sejarah kota Balikpapan

Seiring dengan berjalannya waktu, kami membaca secara garis besar dalam argumen berbentuk data tertulis (melalui angket yang kita sebarluaskan) terdapat fakta yang cukup ironis bahwa tidak banyak orang Balikpapan yang mengetahui tentang sejarah Balikpapan, dan fakta lainnya adalah banyak sekali mitos yang beredar di masyarakat yang dibisikan turun-temurun hanya dalam bentuk lisan.

Alangkah beruntungnya jika kami bisa menyempurnakan koleksi literasi tentang kota Balikpapan yang lebih bisa menjawab semua yang ingin diketahui oleh warga Balikpapan tentang kotanya. Menjadi referensi warga pendatang lainnya yang baru mengganti KTP sementara menjadi KTP tetap untuk mengetahui perjalanan kota Balikpapan dari masa ke masa

Berdasarkan catatan statistik hingga bulan Agustus 2010 terdapat 590.048 orang penduduk Balikpapan yang termasuk dalam katergori WNI tetap, 67 orang WNA tetap, sebanyak 16.614 orang tercatata sebagai WNI sementara dan 1.540 orang sebagai WNA sementara
*sumber Kantor Catatan Sipil dan Kependudukan Balikpapan

Beberapa waktu silam juga pernah ada beberapa artikel menarik tentang kota Balikpapan yang ditulis oleh Petrik Matanasi seorang Pemerhati Sejarah Nusantara & Backpacker (Peziarah situs sejarah). Asal Balikpapan, tinggal di Jogja. Kuliah sejarah 7 tahun di UNY dalam situs www.kompasiana.com yang menceritakan tentang Balikpapan jaman baheula dengan tajuk “Balikpapan Bagian Penting dari Indonesia.”
Ada juga yang mendapatkan sejarah Balikpapan melalui situs lainnya yang ternyata menemukan jalan buntu, karena bahasanya tidak terjangkau alias bahasa Belanda yang susah diterjemahkan oleh om google (maapkan kami juga termasuk dalam generasi yang memiliki ketergantungan yang tinggi terhadap om google..hiks!)

Sementara itu, ada pula yang bertemu secara langsung dengan orang yang mengaku pakar sejarah Balikpapan, dan menulis tentang temuan sejarah di media (di blog ini juga ada lho). Tentunya masih banyak lagi upaya untuk menjawab rasa penasaran kami terhadap kota yang sudah menjadi napas dalam kehidupan kami saat ini.

Karena kami yakin masih banyak cerita secara lisan dan tulisan di luar sana yang juga ingin bercerita tentang kota Balikpapan, dan kami lebih yakin lagi masih banyak yang ingin bercerita tentang kota Balikpapan tapi tidak bisa tersalurkan di media manapun (yang merasa tidak mampu tersalurkan bisa nge-post komen disini koq..hehe).

Diperjalanan ada juga yang tertarik untuk merealisasikan kecintaannya terhadap kota Balikpapan dengan hobi fotografi yang digelutinya, so far tidak pernah menjadi masalah. Karena selain sebagai salah satu karya seni untuk kota Balikpapan, tujuan dari penulisan buku ini juga untuk memperkaya pengetahuan tentang kota Balikpapan, dan yang pasti ini merupakan wujud nyata dari kecintaan kami terhadap kota Balikpapan.

Kami juga mengucapkan terima kasih untuk dukungan para follower di blog ini, dan memohon bantuan ide dan sarannya untuk lebih memaksimalkan informasi melalui media ini guna menyempurnakan karya kami…


Semangat pagih!!
*Balikpapan, Kubangun, Kujaga, Kubela..

Selasa, 14 September 2010

Balikpapan Sebelum Penjajahan

Masa Prakolonial

Meskipun Balikpapan tidak sepopuler Kota besar seperti Batavia, Semarang dan Surabaya tetapi memiliki peranan cukup penting dalam pelayaran.
Semula Balikpapan hanya menghasilkan ikan, kopra dan rempah-rempah dalam jumlah terbatas. Tetapi semakin ramainya jalur pelayaran selat Makasar sekitar Abad ke-18, membawa keberuntungan bagi Daerah itu.
Para pelaut yang menyusuri selat Makasar banyak yang singgah di pelabuhan tradisional Balikpapan. Mereka mengambil air minum, menambah perbekalan atau hanya sekedar sebagai persinggahan sementara sebelum meneruskan pelayaran ke Sulawesi, Pulau Jawa dan Filipina.
Dengan bertambah ramainya pelabuhan tradisional Balikpapan, para penduduk mulai membuka usaha sampingan. Salah satu diantaranya pembuatan gula kelapa dan tuak nira.
Tuak nira Balikpapan sangat digemari para pelaut. Konon karena rasanya yang khas sebagai sari buah kelapa Borneo. Jika diminum bersama ikan bakar dan roti kismis dianggap bisa menangkal penyakit demam dan rasa lemah yang sering menyerang para pelaut muda yang kurang berpengalaman.
Penduduk Balikpapan dengan setia menyediakan rempah-rempah dan bahan makanan bagi para pelaut. Tanaman padi sawah dan ladang menjamin kebutuhan bahan makanan yang diperlukan para pelaut.
Sedangkan para pelaut bisa menukarnya dengan peralatan rumah tangga, kain, barang pecah belah dan obat-obatan. Disini para pelaut juga bisa sesukanya mengambil air tawar untuk perbekalan berlayar.
Meskipun Balikpapan mulai dikenal secara luas sekitar Abad ke-18, sebenarnya jauh sebelum Abad tersebut diduga Balikpapan telah menjadi perkampungan yang ramai.
Diatas peta Balikpapan hanyalah mirip lukisan moncong ikan piranha yang salah cetak. Dibagian Timur membentang selat Makasar yang membelah pulau Kalimantan dan pulau Sulawesi.
Dibagian ujung daratan yang menjorok kelaut terdapat pulau Tukung berbentuk jasirah mirip hidung ikan piranha. Sedangkan dibagian Tenggara terdapat teluk Balikpapan yang ditaburi pulau-pulau mini.
Pulau ini sering hanya dibelah oleh sayatan Sungai Samber dan Sungai Wain besar. Mirip gigi ikan piranha yang ganas. Disinilah tumbuh berbagai flora dan fauna khas hutan Kalimantan. Seperti pohon bakau, mangruve, nipah dan rumput kunai setinggi manusia.
Di tempat yang aman dan damai itu berbagai satwa air, buaya, biawak, ular dan burung hidup rukun bertetangga.(sumber: agus suprapto)

Meriam Jepang di Gunung Markoni







Di Gunung Markoni, Balikpapan Selatan baru-baru ini ditemukan sebuah meriam besar sepanjang sembilan meter. Sebenarnya, ini sudah diketahui sejak lama, namun sejak awal September 2010 meriam tersebut digali.

Meriam itu diperkirakan merupakan senjata pertahanan terhadap serangan laut sekutu saat pendudukan Jepang di Balikpapan. Meriam tersebut memang selama ini disembunyikan agar terhindar dari tangan jahil.
Bachtiar, tokoh masyarakat setempat sekaligus pemilik lahan lokasi meriam tersebut, mengatakan bahwa keberadaan meriam itu pertama kali diketahui sejak tahun 1985. Awalnya ada dua meriam di tempat itu, namun meriam lainnya sudah hilang dicuri bagian per bagian oleh tangan-tangan tidak bertanggung jawab.
Oleh karena itu, meriam satunya -yang ada saat ini- disembunyikan oleh Bachtiar sampai sekarang. Atas inisiatif agar meriam tersebut dapat dijadikan benda peninggalan sejarah,maka meriam tersebut mulai digali. Setelah diekspose di surat kabar Kaltim Post, adanya meriam tersebut mengundang perhatian pemerhati sejarah Balikpapan Julkifli.
Bachtiar bersama Julkifli dan dibantu warga sekitar lainnya mulai menggali meriam tersebut sampai larasnya saja, dan dilanjutkan dengan pemagaran. Kabar tentang meriam ini juga mengundang perhatian dari Tim Arkeolog Samarinda, yang ikut melakukan penggalian dan penelitian tentang meriam ini. Sayangnya, selama proses penggalian berjalan, Bachtiar dan Julkifli berjalan dengan swadaya tanpa bantuan Pemerintah Kota Balikpapan. Semangat menyelematkan bukti sejarah tersebut yang menggerakkan mereka dan orang lain untuk melakukan penggalian dan pengamanan meriam tersebut.
Menurut Julkifli, dari data yang didapat canon atau meriam itu dibuat tahun 1935 di Yokohama, Jepang. Panjang laras meriam 9 meter dengan diameter 55 cm. Meriam tersebut dibawa ke Balikpapan pada 1 Maret 1942 dan dipasang di bukit Markoni pada 15 mei 1942.
Meriam itu digunakan bertempur 20 Agustus 1943 sampai pertengahan 1945. Dari tembakan meriam tersebut kurang lebih 10 kapal pendarat sekutu di pantai Markoni ditenggelamkan. Ia menguraikan, pengendali awak meriam kubah tersebut menggunakan para tentara untuk pelindung sekitar 30 personel dengan dipimpin satu orang perwira.
Rencananya penggalian itu dilanjutkan sampai ke bunker meriam. Diduga, di dalam tersebut terdapat sebuah motor dan sepeda yang digunakan tentara saat itu. (thomas)