Selasa, 20 Juli 2010

Gratis!!!! udara bersih di Jalan Minyak

Konon, dari kawasan inilah awal julukan Kota Balikpapan sebagai Kota Minyak. Kawasan Jalan Minyak berada di pesisir Teluk Balikpapan, dibangun diatas lahan seluas 2,5 kilometer dan menjadi jalur penghubung antara wilayah Balikpapan selatan dan barat. Kawasan khusus yang merupakan aset vital negara ini cukup aman dilalui oleh kendaraan bermotor.
Sejak dibangun tahun 1922 kompeks pengolahan minyak terus mengalami perubahan, dari masa pemerintahan Belanda, kemudian Jepang, hingga Indonesia. Dalam catatan sejarah sebenarnya sejak 17 tahun yang lalu tepatnya tanggal 1 November 1983 secara resmi kawasan ‘pabrik’ minyak ini dikelola oleh pemerintah Indonesia melalui Pertamina.
Selain mendapatkan pemandangan pipa-pipa serta instrument minyak lainnya, melintasi kawasan ini kita juga bisa melihat Obor raksasa yang menjadi simbol kota ini. Tidak kalah menarik adalah kawasan hutan kota yang lebat dipenuhi oleh pohon-pohon besar yang sudah langka populasinya saat ini sebagai pintu gerbang untuk memasuki kawasan jalan minyak.
Sebagian besar respon para pendatang yang penasaran dengan jalan minyak ini mengatakan ketika memasuki kawasan seperti memasuki ‘dunia lain’ alias nuansa teduh dan sehat yang kerap dijumpai di pemukiman elite di luar negeri, pendapat tersebut memang tepat karena sebagian dari pemukiman yang disediakan untuk karyawan Pertamina merupakan ‘warisan’ para arsitek Belanda.
Tentunya kita akan merasa beruntung karena tidak harus bersusah payah membeli tiket masuk bahkan harus memesan sebuah paket perjalanan wisata alam untuk menikmati udara yang bersih. Hanya menjangkau dengan kendaraan umum atau pribadi yang memakan waktu 15 menit perjalanan dari pusat kota, kita sudah dapat menikmati udara bersih yang gratis di kota Balikpapan.

Tugu Australia

Tugu yang terletak di Jl. Jend. Sudirman yang berdekatan dengan pantai Strand Banua Patra ini memiliki luas areal 725 m2. Sebuah tugu peringatan sebagai tanda kehormatan bagi Tentara Australia (pasukan Divisi VII Australia) yang gugur melawan Tentara Jepang pada masa perang dunia ke-2. Dimana Kota Balikpapan saat itu merupakan pelabuhan minyak utama di Asia Timur diserbu tentara Australia atas pendudukan Jepang.

Secara historikal mungkin tidak memberi dampak bagi warga Balikpapan, tapi yang menarik di tugu ini adalah sebuah ritual tahunan yang dilakukan di tempat tersebut setiap tahun sekali, tepatnya setiap tanggal 25 April atau yang lebih dikenal dengan peringatan ANZAC(Australian and New Zealand Army Corps) Day.

Hingga saat ini, pemerintah Australia dan penduduk berkebangsaan Australia setiap tahunnya memberikan upacara penghormatan yang dilakukan di hari itu. Peristiwa yang terjadi pada tahun 1945 silam untuk mengenang tentara Divisi ke-7 Autralia, merupakan operasi sekutu besar-besaran terakhir kali pada Perang Dunia Kedua.

Setiap tahunnya Tugu kecil yang dikelilingi oleh tanaman hias itu selalu ramai di kunjungi para keluarga veteran asal Australia untuk mengadakan upacara penghormatan atas perjuangan yang leluhur mereka.

Jika masyarakat Indonesia melakukan peringatan dan kunjungan ke Taman Makam Pahlawan setiap 10 November, begitu juga yang dilakukan oleh para keluarga dan kerabat veteran tersebut yang kerap mengunjungi Tugu tersebut setiap tahunnya.

Bedanya, kita tidak perlu jauh-jauh hingga ke luar negeri untuk melakukan perhormatan seperti yang dilakukan oleh mereka.


ANZAC(Australian and New Zealand Army Corps)

Awalnya ANZAC Day hanya merupakan peringatan dan penghormatan bagi prajurit Australia dan Selandia Baru yang tewas dalam pertempuran di Galipoli (Turki), namun belakangan ANZAC Day menjadi ajang penghormatan bagi semua prajurit Australia dan Selandia Baru yang bertempur di Perang Dunia, baik yang pertama maupun kedua. Selain di Balikpapan, ANZAC Day di Indonesia juga diperingati Jakarta, Surabaya, Bandung, Denpasar, dan Kepulauan Bangka.

Berdasarkan keterangan dari Russell Wood, Ketua Komite Peringatan ANZAC Day Kota Balikpapan memiliki peranan dalam sejarah ANZAC Day, mengingat keberadaannya sebagai salah satu medan pertempuran terbesar menjelang masa berakhirnya Perang Dunia II, khususnya di wilayah Pasifik, di mana tak kurang dari 9000 orang serdadu Australia dan Selandia Baru gugur di dalamnya.

Tidak ada yang istimewa dari sebuah Tugu Australia itu. Namun, ketika aku melihat kembali lebih jauh makna tugu itu, tidak hanya sebagai pelengkap kota saja, taman kecil yang mempercantik jalan tapi sesuatu penghargaan terhadap apa yang dilakukan orang-orang terdahulu. Setidaknya nilai perjuangan yang bisa diambil dari peringatan Anzac Day itulah yang ingin disampaikan oleh tugu kecil itu.

Minggu, 18 Juli 2010

Responden Angket Aku dan Balikpapan





Bapak Syahrumsyah Setia (kepala Badan Lingkungan Hidup)







Bapak Aji M Sofyan (kepala Bagian Humas Pemkot Balikpapan)

Kamis, 15 Juli 2010

Bioskop Gelora Riwayatmu Kini


Masih segar dalam ingatan kita bahwa satu-satunya tempat hiburan untuk menonton film layar lebar hingga akhir tahun 2008 adalah bioskop Gelora. Diantara belasan jumlah gedung bioskop yang pernah berjaya di kota Balikpapan era tahun 70-an bioskop ini masih tetap bertahan.



Sebuah bangunan tua yang berdiri di pusat kota yang tidak layak untuk disebut sebagai tempat hiburan. Bau apek ruangan berdebu dengan sebagian besar kursi yang rusak dan pencahayaan yang sangat minim berikut sound system yang terbatas. menjadi pilihan terakhir untuk memuaskan kebutuhan kita akan tontonan pada masa itu. Pilihan yang terbatas tersebut menjadikan biokop Gelora menjadi tempat tontonan yang dicintai sekaligus dibenci.



Lebih dari 20 tahun sebuah gedung bioskop "alakadarnya" yang terletak pusat pertokoan Klandasan atau Jalan Jendral Sudirman ini berada persis tepi kanan Taman Bekapai Klandasan Balikpapan. Dari segi kualitas memang sangat jauh apabila dibandingkan dengan bioskop 21 yang ada di Pasar Baru Square dan e-walk saat ini. Tapi jika kita dilihat dari sejarah perjalanan gedung tua ini dalam menghibur masyarakat Balikpapan yang haus akan hiburan tentu tidak mudah.



Konon kisah dibalik gedung bioskop ini sebenarnya cukup menarik. Nah, berdasarkan cerita lisan dari dari anak pemilik bioskop ini yang bernama Ibu Susi kepada saya beberapa tahun yang lalu, perjuangan keluarga besarnya untuk tetap mempertahankan bioskop tersebut sangat luar biasa.



Ini dia ini informasi yang saya kumpulkan dari sisa-sisa ingatan saya ketika melakukan wawacara dengan anak pemilik Bioskop Gelora yang bernama Ibu Susi.



“Ayah saya yang memulai bisnis ini, dulu dia sempat ikut dengan temannya untuk urusan bioskop juga di Papua setelahnya saya dan keluarga pindah kemari. Dulunya ia dipercaya untuk mengelola bioskop yang berada di Kampung baru yaitu bioskop Jaya.



Sukses besar diperoleh pemiliknya pada saat itu. Dan akhirnya membuat pemiliknya ingin mengelola sendiri.Akhirnya ayah saya membuat gedung bioskop ini dengan perjanjian sewa dengan lahan dengan pemerintah Balikpapan, waktu itu kawasan Klandasan masih sepi dan bukan merupakan pusat hiburan seperti saat ini. Percaya atau tidak di samping gedung ini dulunya adalah gudang gula yang dipenuhi ilalang tinggi. Karena letaknya dari pusat keramaiaan pada saat itu kemudian ayah saya berinisyatif untuk menyediakan angkutan khusus menuju gedung bioskop ini.


Semakin hari semakin ramai pengunjungnya dan pembangunan kota akhirnya bergeser hingga kemari. Seiring dengan lesunya industri film selama satu dekade, kami tetap hidup dari usaha ini.


Karena ayah saya sangat mencintai bisnis, ini meskipun saya sekarang punya bisnis lain, akhirnya kami tetap mempertahankankannya. Bahkan biaya operasional sangat minim bahkan merugi untuk perawatan gedung dan sebagainya. Tapi kami tetap bertahan dan serba salah untuk mempercantik tampilan gedung karena saat ini gedung ini juga masih dalam status yang tidak jelas, nanti kalau saya bangun pemerintah kota mengambil kembali kan jadinya rugi.


Dengan semangat yang sama ketika pertama kali membangunnya kami pun tetap menjalankan usaha ini apa adanya, ketika sudah hampir menyerah akhirnya ada salah satu teman saya yang menelpon dari Jakarta untuk memutaran film Ada Apa Dengan Cinta (AADC) tahun 2000-an yah? Nah ketika itu akhirnya bioskop yang hampir bangkrut ini bisa bernapas kembali. Tapi saya tidak tahu ketika nanti ada 21 yang menjadi saingan pastinya gedung ini akan ditinggalkan.


Ayah saya itu orangnya keras dan mengajarkan saya dispilin untuk menghargai segala sesuatu, padahal background ayah saya adalah seorang guru, mungkin ia mau mengajarkan sesuatu kepada masyarakat balikpapan melalui film



Sedikit ironis untuk seorang warga Balikpapan berdarah Cina yang sangat mencintai kotanya dan juga ingin memberikan hiburan dan wawasan di bidang perfilman, justru tidak mendapatkan dukungan berarti di kota ini, sementara itu pembangunan infrastruktur yang terus berkembang di Balikpapan, termasuk pembangunan industri hiburan akhirnya bioskop yang representatif akhirnya terwujud pada tahun 2009.

Pandan Sari China Town Versi Balikpapan

Ketika semua orang membicarakan tentang kota Balikpapan pasti semua orang ingin bercerita tentang kawasan pengolahan minyak dan sejumlah perusahaan jasa di bidang minyak dan gas bahkan tambang batu bara yang menjamur dan menjadi daya tarik para pendatang yang ingin mengadu nasib di kota kecil ini.



Namun kali ini saya ingin bercerita tentang budaya yang tumbuh dan berkembang di kota Minyak yang memiliki penduduk yang saat ini telah mencapai lebih dari lima ratus ribu jiwa. Bicara tentang budaya atau nilai keseharian masyarakat Balikpapan hanya dapat terlihat melalui gaya hidup yang konsumtif.

Dimana sebuah kompetisi bukan hal yang berarti bagi generasi kedua yang lahir dan besar di kota Balikpapan mengingat pendapatan penduduk pertahun di kota ini yang relatif tinggi ditunjang dengan rendahnya tingkat kesenjangan sosial akibat perekonomian yang cukup kondusif hingga saat ini, percaya atau tidak orang yang tidak memiliki pekerjaanpun sanggup memberi handphone keluaran terbaru!

Bagaimana itu bisa terjadi? Karena sebagian besar dari mereka masih termasuk dalam daftar penerima subsidi dari orang tua mereka yang memiliki penghasilan yang tinggi, hal tersebut membuat pilihan baru yang cukup menarik untuk mereka pemuda dan pemuda usia produktif untuk tidak pergi bekerja dengan penghasilan kecil jika dibandingkan dengan ‘jatah’ yang diberikan oleh orang tua mereka.



Di sisi lain, heterogenitas suku ras dan agama di kota Balikpapan menjadikan kota ini tidak memiliki akar budaya yang jelas, bahkan ketika sejumlah budayawan merumuskan apa yang mendasari lahirnya kebudayaan di kota ini pun tidak bisa mewakili apa yang tergambar secara luas dan menyeluruh mengenai ciri khas kota Balikpapan. Karena ciri dari Balikpapan sendiri sebenarnya adalah keberagamannya.



Kembali merekam ingatan tentang apa dan bagaimana kota Balikpapan pada jaman dahulu, kita selalu disajikan dengan megahnya instrumen pengolahan yang terletak di Jalan Minyak, dan tidak henti-hentinya pula ingatan kita diarahkan pada peninggalan sejarah arsitektur Belanda jika kita memasuki kawasan perumahan komplek Pertamina.



Jika kita lebih membuka mata untuk melihat awal perkembangan budaya di kota Balikpapan dapat juga diawali pada sebuah kawasan khas pecinan yang berlokasi di Pasar Tradisional Pandansari.



Terdapat sejumlah nilai sejarah yang menambah khasanah budaya masyarakat Balikpapan. Kaum pendatang yang berasal dari Negeri Cina tersebut sedikit banyak memberi pengaruh besar terhadap kedaulatan dan juga perdagangan di kota Balikpapan.



Berbicara tentang budaya kota Balikpapan bukan hanya membicarakan tentang suku asli kalimantan yaitu Dayak dan Kutai. Secara historis memang Kalimantan Timur adalah bagian dari Pulau Kalimantan yang terkenal dengan ‘orang dayak’ dan kerajaan Kutai. Namun lebih spesifik sebenarnya masyarakat Balikpapan hanya "meminjam" sebagian lahan dari suku dayak yang dijadikan sebagai bandar perdagangan karena lokasi yang sangat strategis untuk menunjang aktivitas tersebut.



Padahal jika pemerintah kota Balikpapan mau menghargai nilai sejarah, kawasan tersebut kaya akan budaya leluhur kota Balikpapan sangat memungkinkan apabila konsep tersebut bisa terwujud kampoeng Batavia di Ibukota yang saat ini kembali dilestarikan.

Karena awal peradaban sosial masyarakat Balikpapan didominasi oleh masyarakat pesisir yang menopang perdagangan Kota Minyak ini selanjutnya.



Kaum pendatang yang mulai berdatangan sejak abad ke-19 tersebut telah membentuk koloni yang khas dan tidak memiliki icon tertentu untuk dijadikan simbol dominan karena keragaman suku dan ras merupakan perbandingan yang seimbang. Nilai budaya yang tidak membebani itu menjadikan masyarakat Balikpapan memiliki bentuk toleransi yang tinggi dengan alasan yang kuat yakni sama-sama mencari ‘makan’ di kawasan ini.



Menurut sebagian masyarakat Balikpapan yang pernah hidup di kota ini, kawasan Pandan Sari tersebut dahulu merupakan bandar perdagangan sekaligus tempat mereka berkumpul untuk membantu perjuangan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) mengusir tentara Jepang yang saat itu menjadi urusan sekutu untuk mengusir mereka dari negeri tercinta ini.



Kisah tersebut diceritakan secara turun temurun dalam keluargaku yang sudah menetap dua generasi di kota ini. Ungkapan ibuku yang di sadur langsung dari kakekku menegaskan, orang-orang china zaman dulu sering membantu para tentara Indonesia untuk memberikan bekal persediaaan makanan dan beberapa informasi penting mengenai kekuatan Jepang pada saat itu. Beberapa diantara mereka melindungi tentara Indonesia yang menjadi buronan Jepang bahkan beberapa warga pecinan juga ikut berjuang melawan sekutu.



Saat ini masih terdapat warga pecinan tua kota Balikpapan yang merupakan sisa generasi tersebut bisa dijumpai di kawasan warung kopi yang berada dilokasi tersebut. Di salah satu sudut komplek pertokoan Pandan Sari yang menyajikan sarapan pagi berupa nasi kuning dan lontong sayur serta racikan kopi susu yang khas serta aneka jajanan roti yang lezat berkumpul di pagi hari.

Bahkan ada yang menyajikan menu khusus berupa cak kwe dan juga mantau roti padat biasanya disajikan dengan olahan daging payau lada hitam alias menjangan…ummm..nikmat.


Kecamatan Balikpapan Barat salah satu diantara lima kecamatan yang ada di kota Balikpapan banyak menyimpan kekayaan budaya baik tradisi lokal masyarakat atau kekayaan alamnya. Disana terdapat kawasan pemukiman atas air, gedung-gedung tua dan pendudukan Pecinan, pusat penjualan souvenir, dan pelabuhan penyebrangan antar pulau dan dan tentu saja kawasan hutan bakau yang luas terdapat disana.



To be continued….

Jejak Pasar Senang (Kawasan Nusantara)


Jejak sejarah peradaban kota Balikpapan bisa dijumpai di kawasan tempat tinggalku yaitu wilayah Gunung Kawi dan sekitarnya yang merupakan bagian dari kecamatan Balikpapan Tengah.



Sebelum Monumen Adipura yang dilengkapi dengan taman dan air mancur tersebut dibangun sebagai simbol keberhasilan pemerintah kota Balikpapan untuk menciptakan budaya bersih dalam kurun waktu 15 tahun terakhir, kawasan tersebut pernah berdiri sebuah pasar tradisional yang bernama Pasar Senang.



Pasar senang adalah sebuah pasar tradisonal pada umumnya, pasar yang ramai dan becek tapi banyak ojek..hehehe. Pasar tradisional yang menjual aneka kebutuhan masyarakat tersebut termasuk jenis pasar tradisonal basah dan memiliki jenis dagangan yang relatif lengkap. Ada lapak penjualan ikan, ada sayur-sayuran, sembako dan toko kelontongan, buah-buahan bahkan jajanan pasar yang ramai sejak subuh hingga sore hari.



Tidak berbeda dengan masa sekarang kawasan ini pun telah menjadi ‘langganan’ banjir namun kondisi tersebut tidak menyurutkan semangat para pedagang di Pasar Senang untuk berdagang. Beberapa meter dari Pasar Senang konon juga diramaikan dengan lokasi pertokoan milik padagang cina, warung kopi yang banyak di tongkrongi kaum muda pada saat itu serta beberapa penginapan yang saat ini masih berdiri.



Flashback sedikit nih..diantara sejumlah pedagang di Pasar Senang ada seorang pedagang yang menjadi langganan tetap ibuku yang dikenal dengan nama Bibi Seksi. Mengapa dijuluki Bibi seksi ? karena perempuan setengah baya tersebut lebih sering memakai pakaian yang tidak memiliki lengan pada waktu itu (jangan-jangan Bibi Seksi sudah mempositioning dirinya agar berbeda dari para pedagang pasar pada saat itu..hehehe).



Pasar yang kotor dan becek tidak teratur itu secara tidak langsung menjadi satu-satunya pusat perdagangan favorit keluargaku selain jenis dagangannya yang lengkap, sebagian besar pedagang disana adalah para tetangga karena itulah pastinya akan ada harga khusus untuk seorang tetangga.

Walaupun sudah berdiri puluhan tahun saat itu pasar tersebut juga masih menggunakan serabut kepala yang kering untuk jalur lalu lintas antar kios dan beberapa balok panjang untuk menyelamatkan para pengunjung pasar dari genangan air.



Bahkan ketika banjir puluhan anak yang tinggal di kawasan itu bergembira untuk menuju Pasar Senang dan bermain-main diantara kemacetan kendaraan yang terendam air. Dulu banjir atau istilah yang diralat pemerintah dan di claim sebagai genangan air tersebut tidak seheboh masa sekarang dan tidak terlalu berbahaya untuk anak-anak.

Bahkan beberapa diantara anak-anak tersebut menjadikan moment tersebut sebagai sumber penghasilan tambahan karena tidak jarang sopir taxi ( angkutan kota) memberikan upah atau uang jasa karena ikut membantu mendorong kendaraan mereka dari genangan air.



Ketika aku bertanya dari manakah asal kata Pasar Senang tersebut? Mereka menjawab bahwa nama pasar tradisional tersebut diambil dari nama sebuah bioskop yang juga terletak tidak jauh dari kawasan itu. Ternyata dahulu nama bioskop Nusantara tersebut adalah Bioskop Senang keterangan tersebut merupakan penuturan warga telah lama tinggal di sekitar tempat tersebut.



Simpangan yang menghubungkan empat jalur di sekitar Momunen Adipura tersebut menguhubungkan jalur lalu lintas menuju arah Gunung Sari, Karang Jati, Gunung Kawi dan Gunung Guntur saat itu merupakan pusat peradaban kota Balikpapan pada tahun 80-an. Kalau kita melihat hingga saat ini masih terdapat ‘bangkai’ kejayaan bioskop Nusantara atau bioskop senang yang sudah tidak terurus dan katanya masih menjadi lahan sengketa.



Bioskop Nusantara yang merupakan salah satu pusat hiburan bergengsi pada saat itu juga memiliki memori yang indah dalam ingatanku. Jaman sekolah dulu, kami para pelajar tingkat sekolah dasar waktu itu juga beri kesempatan untuk menonton film di Bioskop Nusantara. Masih segar dalam ingatan, kami berbondong-bondong berjalan kaki digiring oleh guru seperti kawanan bebek yang digembalakan untuk ikut menyaksikan film layar lebar yang berjudul Sleeping Beauty entah dalam versi apa, yang pasti aku merekam gambar seorang putri yang jarinya berdarah tertusuk oleh jarum pintal pada saat itu, dan hal tersebut merupakan pengalaman yang menyenangkan.



Kembali membicarakan Pasar Senang yang jejaknya kini hanya bisa diungkapkan secara lisan kepada generasi turun temurun. Nah, yang menjadi penyebab utama runtuhnya pusat perdagangan dikawasan strategis tersebut adalah musibah kebakaran besar yang menghanguskan kios-kios di Pasar Senang pada suatu malam, peristiwa naas tersebut terjadi puluhan tahun yang lalu. Menurut informasi orang-orang sekitar Pasar Senang yang berada tepat di pusat kota itu mulai tidak kondusif, selain lahannya yang semakin sempit dan pada saat itu jumlah penduduk di kota Balikpapan yang kian padat tentunya dikhawatirkan akan merusak citra kota Balikpapan yang merupakan kota Beriman (Bersih Indah Aman dan Nyaman), pada masa itu kota Balikpapan masih di pimpin oleh Walikota Tjutjup Suparna yang diberi julukan sebagai Wagiman alias walikota gila taman.

Mengamuknya ‘si jago merah’ sepertinya menjadi alasan yang masuk akal dan efektif untuk menggusur pasar-pasar tradisional yang tidak sesuai dengan rencana pembangun jangka panjang di sejumlah kota di Indonesia.



Akhirnya Pasar Senang tidak lagi berjaya dan menjadi telah sejarah panjang perjalanan pembangunan kota Balikpapan, karena saat ini sudah beralih fungsi menjadi taman dari sudut kota yang cantik, hijau dan bersih mengacu pada slogan kota Balikpapan yang baru Green, Clean dan Healty. Namun tidak bisa dipungkiri bahwa sedikit banyak keberadaan Pasar Senang secara tidak langsung berpengaruh pada gerak kehidupan perdagangan sejumlah pertokoan di jalan kawasan Nusantara yang masih bertahan hingga saat ini.

Sejarah Asal-usul Nama Kota Balikpapan

Nama Balikpapan kurang jelas kapan berasal dan apa makna nama itu. Meniliksu sunan katanya dapat dimasukkan ke dalam asal kata bahasa Melayu. Menurut buku karya F. Valenijn pada tahun 1724, menyebut suatu daerah di hulu sebuah sungai di sebuah Teluk sekitar tiga mil dari pantai, desa itu bernama BILIPAPAN. Lepas dari persoalan ucapan maupun pendengaran, jelas bahwa nama tersebut dikaitkan dengan sebuah komunitas pedesaan di teluk yang sekarang dikenal dengan nama Teluk Balikpapan.

Terdapat beberapa versi terkait dengan asal-usul nama Balikpapan :



· Versi Pertama ( Sumber : Buku 90 Tahun Kota Balikpapan yang mengutip buku karya F. Valenijn tahun 1724 )





Menurut legenda asal nama Balikpapan adalah karena sebuah kejadian yang terjadi pada tahun 1739, sewaktu dibawah Pemerintahan Sultan Muhammad Idris dari Kerajaan Kutai, yang memerintahkan kepada pemukim-pemukim di sepanjang Teluk Balikpapan untuk menyumbang bahan bangunan guna pembangunan istana baru di Kutai lama. Sumbangan tersebut ditentukan berupa penyerahan sebanyak 1000 lembar papan yang diikat menjadi sebuah rakit yang dibawa ke Kutai Lama melalui sepanjang pantai. Setibanya di Kutai lama, ternyata ada 10 keping papan yang kurang (terlepas selama dalam perjalanan) dan hasil dari pencarian menemukan bahwa 10 keping papan tersebut terhanyut dan timbul disuatu tempat yang sekarang bernama “Jenebora”. Dari peristiwa inilah nama Balikpapan itu diberikan (dalam istilah bahasa Kutai “Baliklah - papan itu” atau papan yang kembali yang tidak mau ikut disumbangkan).



· Versi Kedua ( Sumber : Legenda rakyat yang dimuat dalam buku 90 Tahun Kota Balikpapan )



Menurut legenda dari orang-orang suku Pasir Balik atau lazim disebut Suku Pasir Kuleng, maka secara turun menurun telah dihikayatkan tentang asal mula nama “Negeri Balikpapan”. Orang-orang suku Pasir Balik yang bermukim di sepanjang pantai teluk Balikpapan adalah berasal dari keturunan kakek dan nenek yang bernama ” KAYUN KULENG dan PAPAN AYUN “. Oleh keturunannya kampung nelayan yang terletak di Teluk Balikpapan itu diberi nama “KULENG - PAPAN” atau artinya “BALIK - PAPAN” (Dalam bahasa Pasir, Kuleng artinya Balik dan Papan artinya Papan) dan diperkirakan nama negeri Balikpapan itu adalah sekitar tahun 1527.



Hari jadi Kota Balikpapan ditentukan pada tanggal 10 Februari 1897. Penetapan tanggal ini merupakan seminar sejarah Kota Balikpapan tanggal 1 Desember 1984. Tanggal 10 Februari 1897 ini adalah tanggal Pengeboran pertama minyak di Balikpapan yang dilakukan Perusahaan Mathilda sebagai dari pasal-pasal kerjasama antara J.H Menten dengan Mr. Adam dari Firma Samuel dan CO.

(sumber www.balikpapan.co.id)
Konsep Penulisan Buku ABK ( Aku dan Balikpapan Ku )


Ketika semua orang membicarakan tentang kota Balikpapan pasti semua orang ingin bercerita tentang kawasan pengolahan minyak dan sejumlah perusahaan jasa di bidang minyak dan gas yang menjamur dan menjadi daya tarik para pendatang yang ingin mengadu nasib di kota yang sedang tumbuh dan berkembang ini.
Namun kali ini kami ingin bercerita tentang budaya yang tumbuh dan berkembang di kota Minyak yang memiliki penduduk yang saat ini telah mencapai lebih dari tujuh ratus ribu jiwa. Heterogenitas suku ras dan agama di kota Balikpapan menjadikan kota ini tidak memiliki akar budaya yang jelas, bahkan ketika sejumlah budayawan merumuskan apa yang mendasari lahirnya kebudayaan di kota ini pun tidak bisa mewakili apa yang tergambar secara luas dan menyeluruh mengenai ciri khas kota Balikpapan. Karena ciri dari Balikpapan sendiri sebenarnya adalah keberagamannya.
Berbicara tentang budaya kota Balikpapan juga bukan hanya membicarakan tentang suku asli kalimantan yaitu Dayak dan Kutai. Secara historis memang Kalimantan Timur adalah bagian dari Pulau Kalimantan yang terkenal dengan ‘orang dayak’ dan kerajaan Kutai. Namun lebih spesifik sebenarnya masyarakat Balikpapan hanya meminjam sebagian lahan dari suku dayak yang dijadikan sebagai bandar perdagangan karena lokasi yang sangat strategis untuk menunjang aktivitas tersebut.
Dengan pemikiran tersebut, sebagai bagian dari masyarakat kota Balikpapan kami berupaya untuk memberikan apresiasi dalam sebuah karya penulisan yang relevan dengan perkembangan Kota Balikpapan hingga tahun 2010 ini dalam kegiatan Penulisan Buku ABK ( Aku dan Balikpapan Ku ).





Objektif
Untuk terus menumbuhkan minat baca dan juga ketertarikan dalam dunia penulisan, serta menggali potensi para penulis di kota Balikpapan, Kegiatan Penulisan Aku dan Balikpapan Ku menjadi pilihan kami untuk mengkampanyekan secara persuasif dan mengenai apa saja yang menjadi cerminan budaya yang telah terjadi Balikpapan hingga saat ini. Selain membuahkan karya penulisan ABK ( Aku dan Balikpapan Ku ) sebagai bagian dari sebuah konsep yang terpadu buku ini juga dapat menjadi salah satu cara referensi yang tepat bagi untuk membuka wawasan dan apresiasi masyarakat terhadap perkembangan dunia penulisan di kota Balikpapan

Benefit
Sebagai bagian dari stakeholder, Pemerintah Kota Balikpapan memiliki tanggung jawab yang sama atas pemberdayaan masyarakat khususnya di bidang penulisan. Melalui kegiatan ini, Pemerintah Kota Balikpapan dapat berpartisipasi langsung memberdayakan masyarakat dan peduli akan perkembangan sastra di Kalimantan Timur khususnya Balikpapan.
Sejauh ini perkembangan sastra di Indonesia juga sangat kondusif, ditandai dengan lahirnya ratusan bahkan ribuan penulis muda yang telah membuahkan karya mereka dalam sebuah buku atau kumpulan tulisan lainnya.
Melalui Kegiatan Penulisan Aku dan Balikpapan Ku diharapkan dapat melahirkan para penulis lokal yang memiliki kemampuan sehingga lebih memperkaya industri penulisan di kota Balikpapan. Selain itu Kegiatan Penulisan Aku dan Balikpapan Ku pemula ini dapat memacu keberanian penulis dalam menuangkan ide penulisan dalam mengangkat tema keseharian yang lebih beragam. Kegiatan ini juga dapat dijadikan sebagai kegiatan yang dapat ditularkan dalam pergerakan komunitas sastra di berbagai kota lainnya di Kalimantan Timur.

Kamis, 08 Juli 2010

apa yang tidak kita ketahui tentang balikpapan?



Mungkin ada teman-teman sudah pernah mengisi angket yang kami sebarkan?
Yap. itu langkah pertama kami untuk mulai menyusun buku "Aku dan Balikpapan" ini.
Mengumpulkan data tentang pengalaman teman-teman selama tinggal di Balikpapan. Mengeksplorasi keingintahuan teman-teman tentang apa saja sih yang pernah terjadi di Balikpapan ini. Bahkan sampai pada satu pertanyaan yang mungkin sangat menggelitik dan membuat otak kita berpikir lebih keras daripada biasanya, akan seperti apa Balikpapan dua puluh tahun lagi??

Dari jawaban-jawaban angket yg beragam, menunjukkan sangat besarnya keingintahuan teman-teman sebagai warga kota tentang hal-hal atau kejadian-kejadian yang pernah terjadi di Balikpapan. Itulah tugas kami, menceritakan tentang hal-hal tersebut yang kami kemas dalam bentuk buku cerita fiksi. Sehingga diharapkan akan lebih menarik untuk disimak tanpa mengurangi unsur-unsur pengetahuan tentang Kota Balikpapan baik itu sejarahnya, dan juga hal-hal penting yg pernah terjadi di Kota ini.

Jadi, apa saja sih yang kalian ketahui tentang kota Balikpapan? atau apakah ada sesuatu hal yang selama ini tidak kalian ketahui tentang Balikpapan? atau ada cerita mistis atau mitos yg menarik untuk diceritakan? mari kita berdiskusi :)

Oh ya, bagi yang berminat untuk mengisi angket bisa menghubungi kami langsung di blog ini atau melalui e-mail : akudanbalikpapan@gmail.com

Salam pramuka.

Rabu, 07 Juli 2010

Sekapur Sirih


Balikpapan Kubangun Kujaga Kubela…

Halo cess…

Selamat datang di blog kami, Aku dan Balikpapanku.

Balikpapan memiliki sejarah tersendiri bagi kami bertiga. Melalui ide dan kreativitas, kami ingin mengembangkan kota Balikpapan sebagai salah satu kota yang melahirkan karya sastra yang mampu bersaing di tingkat nasional dan internasional.

Bermula dari sebuah percakapan ringan Sophie Razak, Heru Sulaksono dan Thomas Priyandoko di sebuah warung kopi di Jalan RE Martadinata awal Mei 2010, gagasan yang sejalan dengan kemampuan kami ini lahir.

Secara kebetulan juga, ternyata kami menyatu dalam sebuah garis bersinggungan, kami bertiga memiliki cita-cita mendalam untuk merangkum jejak sejarah Kota Balikpapan yang belum terekam secara tertulis dalam karya sastra.

Tapi masih banyak yang harus kami benahi untuk menyempurnakan karya ini, dan harapannya dengan blog ini mampu mengakomodasi segala pendapat, kritik, saran dan masukan selama proses penulisan ini berlangsung.

Media online kami anggap cukup efektif untuk mempopulerkan ide mengenai segala hal di dunia ini, termasuk untuk membantu kami berporses menuju sebuah kemasan ideal yang ingin diwujudkan.

Apa dan bagaimana, proses penciptaan ini akan hadir? Tentunya tidak terlepas peran serta dari rekan-rekan semua. Jadi forum interaktif ini bukan hanya milik kami bertiga, tapi milik anda semua yang juga peduli dengan perkembangan kota Balikpapan tercinta.


Salam,